Serang, FESBUK BANTEN News (11/12) - Badan pekerja Indonesia Coruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan, penanganan korupsi di Provinsi Banten oleh penyidik Kejaksaan dan Kepolisian masih belum menyentuh aktor intelektualnya, hanya sebatas melakukan pelaku-pelaku teknis baik di intansi pemerintahan maupun perusahaan sebagai penyedia jasa.
Demikian dikatakan Ade, dalam diskusi yang digelar Forum Diskusi Wartawan Harian (FDWH), dengan tema “Gurita Korupsi Di Tanah Banten” disalah satu rumah makan di Kota Serang, Selasa (11/12).
Ade Irawan menjelaskan, dari hasil pemantauanya selama periode 2012 pihaknya menemukan 285 kasus korupsi baik ditingkat pusat maupun daerah, dan dari total kasus tersebut diketahui ada 597 orang yang telah ditetapkan tersangka oleh aparat penegak hukum baik penyidik di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Dan sepanjang semester satu dari januari hingga bulan Juni 2012 diketahui bahwa dari total 597 tersangka ternyata 283 orang merupakan pegawai di level pemerintah daerah. Dan mayoritas pegawai yang terjerat kasus hukum termasuk dalam kategori pegawai rendahan.
“Sementara kalau actor dibalik kasus ini belum tersentuh oleh penyidik, sehingga penanganan kasus korupsi relative hanya menangani perkara kecil. Sementara pelaku sesungguhnya yang memiliki kebijakan baik dinternal maupun diluar pemerintahan tidak tersentuh,” ujar Ade Irawan dalam paparan materinya.
Dalam diskusi yang dipandu akdemisi Untirta Dahnil Anzar tersebut, juga menghadirkan sejumlah pemateri lainya, seperti praktisi hukum Agus Setiawan, perwakilan dari Kejari Serang dan utusan Direskrimsus Polda Banten AKBP Dadang Herly.
Menurut Dadang Herly, penegakan hukum di Banten oleh Kepolisian masih lemah, hal tersebut karena banyaknya factor penunjang di internal penyidik Kepolisian Daerah Banten. Diantaranya ialah sedikitnya jumlah personil penyidik di Krimnal Khusus Tipikor Polda Banten.
“Kami hanya punya sepuluh personil penyidik yang menangani kasus korupsi,” ujarnya dalam pemaparan awal Dadang Herly dalam diskusi tersebut.
Selain itu, dilanjut Dadang. Terbatasnya anggaran penyelidikan yang dimiliki Polisi, dimana penyidik kepolisian hanya memiliki anggaran Rp 24 juta perkasus, hal ini tidak sebanding dengan anggaran yang dimiliki KPK dimana KPK mempunyai dana Rp 300 juta perkasus. Namun demikian, meski memiliki keterbatasan personil dan anggaran namun pihaknya mengklaim sudah berhasil menanganai kasus korupsi pada tahun 2012 dengan melebihi target.
Dimana pada tahun 2012 Polda Banten telah menangani perkara korupsi sebanyak 19 laporan dan 14 kasus diantaranya sudah P21, 2 dihentikan karena tersangka meninggal dunia serta 2 perkara lainya masih P19 dan sudah ditangani Kejaksaan Tinggi Banten.
“Kita ini ada di rumah gurita, tapi kapasitas kita terbatas sehingga belum bisa menyelesaikan secara maksimal,” ungkapnya.
Sementara itu, sisi lain praktisi hukum yang juga pengacara kondang di Provinsi Banten Agus Setiawan menyatakan, korupsi bisa terjadi dimana saja selam itu ada kesempatan. Namun, banyak juga korupsi yang terjadi akibat factor lain yang menyebabkan pelaku berbuat korupsi, seperti istri pelaku meminta mobil mewah, ujarnya.
Agus juga mengungkapkan sepanjang tahun 2012 di Banten mulai ada peningkatan penanganan kasus korupsi, hal tersebut dibuktikan banyaknya perkara yang ditangani pihaknya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Serang.
“Jangan mengasumsikan bahwa pengacara adalah pembela koruptor, tapi pengacara juga akan membantu penanganan korupsi terutama pada terdakwa atau tersangka yang menjadi mister blower baik di tingkat penyidikan maupun pada tingkat penuntutan di persidangan,” tukas Agus Setiawan. (LLJ)