Mempertahankan sumber sejarah bukan
tugas mudah. Terlebih dengan ancaman kepunahan yang disebabkan pihak luar. Penjarahan.
Begitulah fenomena yang dihadapi Yadi Ahyadi tokoh muda Banten yang bergiat
melakukan konservasi terhadap naskah-naskah kuno Banten. Bagaimana kisahnya?,
berikut laporannya.
Tahun 2006 seperti jadi lecutan bagi
Yadi Ahyadi, tokoh muda pesisir Banten, asal Bojonegoro, Kabupaten Serang.
Lantaran di tahun itu, sejumlah peneliti dan lembaga bahasa dari negeri
tetangga, Malaysia datang ke Banten untuk memboyong dan memborong naskah
sejarah bidang literasi yang ada di tangan masyarakat.
"Mulanya saya asik meneliti
sejarah pada sumber sejarah, kemudian kedatangan para peneliti inilah sangat
menyakiti bathin saya. Bisa-bisa kita bisa kehilangan identitas, jika naskah
yang berisi pemikiran dan sejarah Banten dibiarkan diambil mereka,"bathin
Yadi nampak saat diwawancarai wartawan indopos.co.id beberap waktu lalu.
Tokoh muda ini memulai debutnya
sebagai peneliti sejarah Banten sebenarnya sudah dilakukan sejak Tahun 2001
silam. Pendekatan sebagai orang Banten yang memunculkan kecintaannya dan terus
menggali sejarah Banten dari berbagai sumber sejarah. Namun, tahun 2006 ia
memilih konsentrasi pada penelitian dan mengkonservasi naskah.
Banten sejak abad 12, kata bapak
muda dari seorang anak Nadifah, 3 tahun, dan suami Fatimah, 30, dari abad 9 dan
abad 12 sudah memiliki banyak penulis. Baik saat aksara palawa,
hanacaraka, hingga aksara arab masuk pada abad 16 silam. Bahkan ulama Banten
yang dahulu dikenal intelektual menciptakan bahasa arab pegon (tulisan
menggunakan aksara arab dengan bahasa lokal).
"Nah, karya yang ditulis ulama
Banten saat itulah dikenal sebagai arab melayu. Dan naskah-naskah itu yang akan
mereka (peneliti malaysia) ambil, dengan cara membelinya dari tangan masyarakat
(sumber sejarah),"tandas Yadi yang kerap dipanggil Abah oleh
kalangannya.
Kini dibawah bendera Klinik Pusaka
yang dirikan bersama satu angkatannya di fakultas sejarah, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten terus melakukan konservasi
terhadap naskah-naskah kuno di Banten juga aktif memberikan penyuluhan kepada
masyarakat yang memiliki naskah-naskah kuno Banten agar tidak memberikan ke
pihak luar dengan alasan membeli atau sejenisnya.
"Kini mereka lebih protect
bahkan over. Bahkan saat saya juga cukup kesulitan saat saya meminjam naskah
itu untuk kebutuhan konservasi naskah,"tutur abah Yadi yang mengaku selama
bekerja melakukan penyelmatan naskah kuno Banten lebih banyak dibiayai oleh
para anggotanya di Klinik Pusaka, alias biaya sendiri. Sedangkan untuk
kerjasama, pihaknya beberapa menerima kerjsama dengan kementrian di
pusat.
"Semisal Balai Lektur
Kementrian Agama RI, dirjen kepustakaan, dan Lembaga Bantenologi dan lain-lain.
Ya di luar pemerintah Banten lah pokoknya,"katanya. Bahkan katanya, untuk
meneliti naskah dan sejarah Banten dirinya tak segan berangkat ke Belanda dan
Jepang yang belakangan banyak literatur sejarahnya berada di dua negara itu.
Ia menyebutkan, selama konsen di
kajian naskah kuno, dirinya sudah melakukan konservasi sedikitnya 70 naskah
yang banyak ia dapat di Kabupaten Tangerang, Serang, Kota Cilegon atau di
wilayah utara Banten. Puluhan naskah tentang pemikiran filsafat, tasawuf, sejarah,
ilmu alam, medis, ilmu hikmah (kesaktian). Bahkan sumber sejarah itu juga
berbentuk, babad banten atau wawacan (prosa), pupuh kinanti, dangdang gula,
pupuh pangkur dan asmarandana.
"Harapan saya agar, agar kitab
kuno yang berisi pemikiran masyarakat Banten pada masanya tidak hilang. Kalau
hilang, ya berarti ada rantai sejarah yang hilang dan berakibat kehilangan
identitas. Oleh karena itu saya berharap, kitab kuno yang sudah dikonservasi
bisa segera didigitalisasi. Agar isinya bisa diakses oleh masyarakat luas.
Sebagai karya kreatif masyarakat Banten,"katanya.
"Isun amamiti, anulis angarang tembang.
Supaye padorogaba…", "Ini kalimat pembuka berbahasa lokal dengan
aksara hanacaraka yang terdapat di banyak karya tulis para intelektual di
Banten; Semisal wawacan syekh mansur, babad banten, sejarah Banten,
hikayat,"katanya seraya membuka naskah kuno karya Abdullah bin abdul kohar
(karya fathul mulk) isi tentang tata negara zaman kesultanan. (*) Sumber : indopos.co.id
BUDI W. ISKANDAindopos.co.id