Namun disayangkan realisasi semi lock down ini tidak disertai singkronisasi aturan pusat dan daerah, dimana antar daerah terkesan memiliki kewenanganya masing-masing.
Demikian dikatakan Dewa Sukma Kelana, SH., MKn akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Painan Banten (24/4/2020).
Dosen Hukum Perlindungan Konsumen ini mencontohkan: aturan antar daerah, orang dihimbau dirumah saja atau dibatasi pergerakanya, sementara perusahaan tetap buka karena diijinkan pemerintah pusat (kementrian perdagangan).
Lalu bagaimana pemerintah daerah akan menerapkan sanksi tegas bagi pelanggar PSBB baik kepada pengusaha maupun pekerjanya.
Mau tidak mau seorang karyawan akan melanggar PSBB karena terpaksa harus masuk kerja.
Contoh lain pemerintah pusat melarang pulang kampung, sementara transpotasi publik seperti angkutan umum, bus, kereta, pesawat, kapal laut dibiarkan tetap beroperasi. Lalu bagaimana mereka yang sudah terlanjur beli tiket jauh-jauh hari.
Belum lagi transportasi publik seperti angkutan umum dan bus tersebut dibatasi penumpangnya, namun tidak disertai subsidi pemerintah, wajar jika mereka menjerit, terangnya.
Anehnya kata Dewa, ketidaksingkronisasian aturan ini secara telanjang malah dibuka kepublik. Pernyataan pemerintah pusat berbeda dengan kepala daerah a lalu berbeda lagi dengan kepala daerah b.
Kalau sudah begini mana yang bisa dipercaya aturanya atau pernyataanya, wajar jika PSBB tidak maksimal dan korban semakin bertambah akibat Covid 19 ini, ujarnya.
Menurut Dewa, diperlukan satu aturan dan sanksi yang tegas dari pemerintah pusat yang wajib di jalankan aturanya oleh kementrian beserta pemerintah daerah demi mempercepat memutus penyebaran covid 19 ini.
Tentu sebagai negara dengan segala programnya berkewajiban memikirkan dan membantu rakyatnya yang paling terkena dampak covid 19 ini, pintanya.
Yang terpenting memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan akibat penerapan aturan, dengan memberdayakan para pengurus Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) untuk berkeliling menanyakan kondisi warganya atau tetangganya.
Jangan terulang lagi ada rakyatnya yang lapar dan meninggal karena tidak tersentuh program pemerintah atau tidak tepat sasaran.
Sekarang sudah canggih jamanya aplikasi, bukankah bisa diterapkan seperti go food, go clean, kirim uang tanpa rek. Apalagi diseputar pemerintah pusat banyak ahli-ahli aplikasi yang duduk sebagai menteri dan staf ahli, kata Dewa.
Dewa mencontohkan, aplikasi semacam go food bisa digunakan ketika pengurus RT memesan atau minta dikirmkan sembako ke alamat warga langsung yang membutuhkan makanan dan yang mengantarkannya misalkan perangkat desa karena aplikasi go food tersebut terhubung ke pemerintah desa terdekat.
Aplikasi semacam go clean juga berfungsi sama namun misalkan khusus untuk pengiriman petugas kebersihan penyemprotan disinfektan.
Aplikasi semacam go car untuk mengirim ambulan saat ada warga yang sakit atau terkena covid yang terhubung dengan puskesmas dan RSUD terdekat atau RS khusus covid jika wrga terkena covid.
Atau bisa juga pengiriman uang tunai untuk warga yang membutuhkan dimana aplikasinya terhubung dengan bank-bank cabang terdekat atau menggunakan fasilitas indomaret.
Banyak macam cara lainya jika pemerintah berniat menyelesaikan Covid 19 ini.
Dewa meminta berilah ketenangan, stop perdebatan pendapat atau perbedaan aturan antar pemda dan kementrian atau pemerintah pusat dipublik agar masyarakat tidak bingung.
Selin itu pemerintah harus turun tangan (bertanggung jawab) ketika ada masyarakat yang dirugikan akibat imbas penerapan aturan, contoh kecil ketika ada penyedia jasa transportasi umum yang enggan mengembalikan uang tiketnya 100% akibat aturan pelarangan pulang kampung, imbuhnya. (TB)